Kehilangan diri
Pict from Pinterest

Kehilangan diri sendiri. Depresi adalah sebuah penyakit yang datang dan melenyapkan jiwa seseorang, kita perlu untuk melawannya namun lebih dari melawan, yang saya lakukan waktu itu adalah terus membuat ia menguasi diri saya, sampai saat ini ia kerap datang, perasaan penyesalan karena telah hidup, penyesalan telah lahir dan menjadi seperti sekarang, penyesalan demi penyesalan yang datang membuat saya kerap berpikir untuk mengakhiri hidup saya sendiri. Itu mungkin terlalu berlebihan, bukan saya tidak bercaya Tuhan, justru karena saya percaya saya ingin pulang kembali kepadaNya. Ini adalah kisah perjalanan hidup bagaimana saya melawan Luka.

Masa kecil telah berlalu, masa yang indah tanpa masalah dan semua terasa baik-baik saja, semua indah dan dunia adalah tempat untuk bermain. Dimasa itu tidak saya temukan sebuah renungan akan kehidupan namun semua terasa berbeda saat waktu mengantarkan saya pada masa-masa menuju sebuah pedewasaan. Dunia bukan hanya sebatas dunia untuk bermain, namun dunia telah menunjukkan pesona realitasnya. Tidak bisa mundur atau kembali kepada masa kecil itu kembali. Namun yang bisa kita lakukan adalah tetap melangkah meski itu sebuah langkah kecil, agar bisa menjadi manusia yang tangguh. Tangguh pada arti yang sesungguhnya.
Derita datang kedalam hidup kita, ia adalah sesuatu yang tidak pernah kita inginkan. Siapa yang berkeinginan hidup dalam lingaran masalah yang terus saja membuat luka dalam hati. Setiap manusia pasti mendambakan kehidupan yang semua baik-baik saja. Lancar dan Mudah. Akan tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Perasaan yang terlalu mengedepankan keAkuan akan merasakan berat dan sukar dalam meneriam kenyataan yang terjadi. Namun berbeda dengan diri kita yang memahami sejatinya hidup adalah menerima apapun yang Tuhan berikan apapun termasuk suka, duka dan citanya. Namun saya telah kehilangan diri saya sendiri.

Kehilangan diri sendiri karena terlalu banyak kenyataan yang berlahan terungkapkan, dan diri saya terlalu lemah untuk mengartikan semua yang terjadi, saya tidak bisa menerima semuanya. Seperti alasan kenapa orang tua harus bercerai, kenapa saya harus hidup dengan kakek nenek, kenapa saya menikmati hidup seperti ini, kenapa tidak seperti orang lain dan pada akhirnya saya hanya bisa menyalahkan diri sendiri, menyesali kelahiran diri saya sendiri. hingga depresi itu datang dan saya ingin mati dan melupakan semuanya.

Banyak kata yang tertahan mereka hanya menjadi pengisi dalam hati dan pikiran, ia tidak bisa untuk diungkapkan. Entah ia sedang menunggu atau sedang mencoba menghilang secara berlahan. Yang bisa saya pastikan adalah ia adalah suara terdalam dalam hati, menemani dalam kesunyian dan dalam tangis terdalam. “aku ingin ia tahu namun aku hanya terlalu takut pada kenyataan, kenyatan bahwa sampai kapanpun, aku adalah orang yang tidak diharapkan, orang yang hanya membuat susah”. Semua itu selalu terngiang-ngiang dalam diri.  Dan selalu yang menyahutinya adalah “ Aku Lebih baik Mati”. Kehilangan diri sendiri seperti saya telah kehilangan cahaya dalam hidup, kehilangan semangat. Kehilangan kenyakinan bahwa semua akan baik-baik saja, atau bahkan anggapan bahwa saya tidak seburuk yang diri saya katakan sendiri. namun saya tidak dapat melihat dari mana jalan keluar ini akan saya temukan. Saya seolah berada dalam persimpangan pilihan mati atau melanjutkan hidup ini.

Saya ingin kembali pada masa dimana semua baik-baik saja, masa dimana saya tidak begitu perduli atas semua kenyataan hidup. Namun sekali lagi saya tidak pernh bisa, sebanyak apapun tangis dan deru harapan untuk mengubah semua ini terjadi. Namun semua itu tidak akan berhasil.
Dan aku masih bertanya, Tuhan apa yang akan terjadi ? dan Tuhan apa yang harus saya lakukan ? Tuhan apa yang harus saya lalukan ? lagi dan lagi terus. Karena saya mencoba untuk melakukan sesuatu dari pada hanya termenung dan menangisi jalan hidup ini.